Siang itu aku pergi ke sebuah plaza. Aku memakai celana jeans cut
bray dengan kaos ketat. Rambutku aku beri gel secukupnya untuk menjaga
penampilanku. Dengan percaya diri aku masuk ke plaza tersebut untuk membeli
casing handphone. Aku datang masih cukup pagi, sekitar pukul 09.30. Rupanya
beberapa toko masih tutup. Banyak pegawai toko yang berdiri di depan tokonya
yang tertutup. Mereka menunggu pimpinan atau pemilik tokonya yang akan datang
membukakan toko.
Sambil berjalan aku merasa diriku diperhatikan dua orang wanita
yang tampaknya pegawai yang menunggu tokonya buka. Mereka memperhatikanku,
terutama salah seorang di antara mereka yang wajahnya manis. Tingginya
rata-rata saja, sekitar 160 cm. Aku belum memperhatikan detil lain kecuali
rambutnya yang panjang. Mata wanita itu memandangku sambil bercakap-cakap
dengan temannya. Kemudian mereka tertawa bersama. Aku pikir mereka
membicarakanku.
Aku cuek saja. Aku ingin agar urusanku cepat selesai. Seperti
pengunjung kebanyakan, aku ingin mencari dan membeli barang yang kubutuhkan,
lalu pulang. Ketika melihat sebuah toko handphone yang sudah buka, aku segera
masuk dan mulai mencari casing handphone. Ternyata cukup sulit menemukan casing
yang aku inginkan. Keluar dari satu toko, aku mencari di toko lain, dan belum
mendapatkannya.
Sambil mencari toko lain, aku melihat dua wanita tersebut masih
memperhatikanku. Yang satu malah dengan nekat tersenyum dan mengedipkan mata
padaku. Darahku berdesir. Dilihati saja aku sudah biasa. Tetapi kalau digoda
dengan kedipan mata, jarang sekali. Pernah juga aku dicium di lift beberapa
tahun lalu oleh seorang wanita yang tidak kukenal, tetapi itu adalah
satu-satunya peristiwa langka yang aku alami.
Kali ini, mau tidak mau aku jadi salah tingkah. Akhirnya kubalas
senyumnya. Dasar cowok! Diberi umpan, di ambil saja. Tiba-tiba aku punya
prasangka jelek. Siapa tahu mereka adalah wanita nakal yang mencari mangsa di
plaza? Wah, aku tidak tertarik sama sekali dengan wanita yang menjual tubuhnya
demi uang. Tapi aku tidak suka hanya berpraduga. Maka kuputuskan untuk
menghampiri mereka.
Begitu sadar bahwa aku berjalan mendekati mereka, kedua wanita itu
seperti orang yang kebingungan. Sambil tertawa, salah seorang di antara mereka
pergi menjauh. Tinggal wanita yang tadi tersenyum padaku. Wah untunglah, yang
lebih cantik dan manis yang tinggal. Wanita itu tampak grogi ketika aku
mendekat.
“Hai..” sapaku. Aku tersenyum dan berdiri di sampingnya.
“Hai.. Lagi cari handphone ya?” tanyanya.
“Oh. Gak.. Lagi nyari casing. Kamu kerja dimana?” aku berharap dia benar-benar
pegawai toko.
“Di toko itu..” katanya sambil menunjuk sebuah toko handphone yang masih tutup.
Aku lega mengetahui dia benar-benar pegawai toko. Bagaimana kalau
pegawai toko yang punya profesi ganda? Muncul pertanyaan itu di otakku. Masa
bodoh ah. Tidak ada bukti.
“Biasanya bos-mu datang jam berapa?” tanyaku lagi.
Kulihat wanita ini memakai baju yang kancingnya agak terbuka.
Tanpa sengaja aku bisa melihat payudaranya yang terbungkus bra hitam. Wah, sexy
juga. Jantungku berdebar. Aku bisa mengintip payudaranya. Kalau tadi tidak
sengaja, sekarang aku sengaja mencuri kesempatan untuk melihatnya.
“Tidak tentu. Kadang jam 9.30, kadang 10, kadang molor sampai jam
11.”
“Oh ya.. Namamu? Aku Boy” aku mengulurkan tanganku.
“Ya.. Aku Santi. Cari casing apa? Mungkin di tokoku ada”
“Hm.. Ini..” aku menyebutkan salah satu tipe ponsel.
Aku agak kurang konsentrasi karena mataku masih mencuri pandang ke
belahan bajunya yang memberiku hak akses melihat payudaranya. Ugh.. kecil,
sekitar 34A, tapi sexy sekali. Tubuh Santi juga kecil, dengan tinggi 160 cm,
beratnya mungkin hanya sekitar 45 kg. Kurus langsing. Payudaranya coklat sesuai
dengan warna kulitnya. Aku suka sekali bisa mengintipnya.
Tiba-tiba tangan Santi meraih kemejanya dan melepas salah satu
kancingnya! Aku sangat terkejut. Rupanya Santi tahu bahwa aku mengintip
payudaranya. Tapi bukannya menegurku, dia malah membuka salah satu kancing
bajunya. Ugh.. Aku menelan ludah. Tiba-tiba aku merasa haus. Ingin segera
kuraih payudaranya dan kuhisap. Santi sengaja membiarkanku melihat payudaranya!
“Di tokoku ada banyak casing HP itu. Kamu cari yang seperti apa?”
Tanya Santi. Gayanya cuek sekali. Membuat jantungku makin berdebar kencang.
Wanita ini membuatku bergairah.
“Ehmm.. Aku cari yang transparan. Aku suka bisa melihat bagian dalammu..”
“Bagian dalamku?”
“Ups.. Bagian dalam handphoneku. Sorry” Astaga.. Aku sampai salah bicara
gara-gara tidak konsentrasi.
Busyet, aku melihat Santi tersenyum kecil. Jari-nya kini
menyelinap masuk payudaranya dan membuat gerakan mengusap pelan. Arrgh.. Gila..
Dia menggodaku. Kurang ajar!! Aku marah pada penisku yang dengan manjanya mulai
menggeliat bangun. Penis memang tidak pernah bisa dikontrol. Seandainya bisa,
aku akan menyuruhnya tidur dulu.
“Ada yang transparan. Dari depan sampai belakang kamu bisa lihat
sepuasnya..” katanya pelan. Kata-kata Santi mulai membawaku melayang terbang.
Penisku berdenyut nikmat. Dia mulai siaga merasa akan ada pertempuran. Gila,
ini di Plaza!
“Mana bisa.. Tokomu masih tutup. Aku tidak banyak waktu. Aku cari di toko lain
aja..” kataku mengalihkan pembicaraan.
Uffhh.. Aku menahan nafas melihat Santi membuka sedikit bra dengan
jarinya dan menunjukkan puting susunya! Wanita ini pasti exhibionist. Suka
mempertunjukkan bagian tubuhnya. Kulihat dia menikmati pandanganku yang makin
panas ini.
“Ya cari saja di toko lain. Tapi kamu akan rugi kalau tidak beli
di tokoku..” bisiknya.
Santi mendekatkan tubuhnya merapat ke tubuhku. Kami saat itu
berdiri di dinding toko. Tangannya tiba-tiba bergerak cepat memelukku dari
belakang dan mencubit pantatku! Lalu tangannya kembali seolah tidak terjadi
apa-apa. Wanita ini membuatku semakin bergairah. Aku nyaris kehilangan
kata-kata. Keep cool, man! bisikku dalam hati. Aku mencoba tenang.
“Kenapa aku rugi?” tanyaku pelan juga.
Tanganku bergerak cepat juga mencubit pantatnya. Santi menjerit
pelan. Bukan jeritan mungkin, hanya semacam seruan terkejut. Tapi itu pasti
hanya pura-pura terkejut.
“Kamu ada uang 20.000?” bisik Santi. Tentu saja ada.
“Buat apa? Harga casingnya segitu ya?” tanyaku belum mengerti maksudnya.
“Ikut aku..” katanya kemudian sambil melangkah pergi.
Mau tidak mau karena penasaran aku mengikutinya. Kami berjalan
melewati beberapa lorong sampai melewati kamar mandi. Kemudian kami tiba di
sebuah pintu bertuliskan, “Selain Karyawan Dilarang Masuk.” Mungkin semacam
gudang tempat penyimpanan alat-alat cleaning service dan security.
Santi membuka pintu itu dan kami bertemu seorang pria karyawan
plaza yang di dadanya bertuliskan “Cleaning Service”. Santi meraih uang dari
tanganku dan memberikannya pada karyawan pria itu sambil membisikkan sesuatu
pada pria itu. Pria tersebut mengangguk sambil tersenyum dan keluar dari
ruangan itu.
Sekarang aku paham. Kami akan memakai ruangan ini untuk bercinta!
Setelah pria itu keluar sambil membawa uang Rp 20.000 tadi, Santi mengunci dari
dalam dan aku yang sudah terangsang segera menghampirinya.
“Aku pasti beli di tokomu..” bisikku sambil mencium bibirnya.
Santi membalas ciumanku dengan ganas. Tapi ciumannya agak kasar.
Dia melumat-lumat bibirku sambil sesekali menggigitku. Aku sampai
terheran-heran melihat agresifitasnya.
“Kok nafsu banget, Santi?” tanyaku.
Santi bukan seorang yang hebat kissingnya. Tapi jelas nafsunya
lagi tinggi. Aku mencoba melayaninya dengan baik. Mencium bibirnya dengan
caraku yang unik. Unik? Hanya orang-orang yang pernah bercumbu denganku yang tahu.
Aku tidak bisa mendeskripsikannya di sini.
Aku kemudian menjilat pipinya dan turun ke leher. Santi tidak mau
kalah. Dia melepas sendiri kemejanya. Kini dia hanya memakai bra. Nafasnya
terengah-engah. Aku menjilati lehernya hingga membuatnya merintih keenakan.
“Ugh.. Enak, Boy..” rintihnya. Aku memainkan lidahku di lehernya.
Kemudian naik ke telinganya dan mulai menggigit kecil telinganya.
“Aahh” desah Santi.
Ia menarik kepalaku dan mencari bibirku. Kami kembali saling
melumat. Dengan rakusnya dia mencumbuku. Wah, wah, mirip Lily, tetapi Santi
agak kasar. Belum sehebat Lily. Kami berciuman lama sekali. Santi ternyata hobi
berciuman bibir. Tidak bosan-bosan dia melumatku. Bibirku sampai getir rasanya.
Pada kenyataannya, berciuman dengan agresif seperti ini, tidak akan bertahan
lama rasa enaknya. Apalagi untuk bibir seperti bibirku yang tipis seksi.
Tanganku sudah tak sabar melepas kait bra-nya. Begitu bra-nya
lepas, payudaranya menyembul keluar. Sangat menantang. Kecil tapi seksi.
Payudara tidak harus besar bagiku. Kecil pun oke. Tentu untuk payudara kecil,
tanganku tidak boleh terlalu keras menekannya. Aku memilih meremasnya dengan
sangat lembut. Payudara adalah bagian tubuh yang sensitif. Dengan halus aku
merangsang payudaranya.
Tubuh Santi kegelian menahan rangsanganku. Dia menggeliat ke kiri
kanan sambil terus menciumku! Bibirku sudah makin getir. Aku memutuskan melepas
ciuman kami dan mulai mencium tubuhnya. Aku menjilat bagian pusarnya. Kemudian
merayap naik ke dasar lembah payudaranya. Santi mendesah sambil tertawa karena
geli.
“Ah.. Ah.. Haha.. Kamu pintar juga, Boy!” desahnya. Aku sampai
heran, begini saja kok disebut pintar. Padahal biasa saja, cuma menjilat di
perut dan merayap naik. Semua pria juga bisa. Tapi mungkin tidak semua pria
tidak mau berlama-lama menjilati perut segala.
Dari dasar payudara, aku mulai naik mengelilingi lingkar
payudaranya. Berputar naik mencari putingnya. Makin mendekati putingnya,
desahan Santi makin kuat.
“Ah.. Argh.. Yes.. Yah.. Terus.. Boy!” desahnya.
Tentu saja aku akan melayaninya. Membuatnya nikmat dengan
jilatanku yang dahsyat. Tak lama kemudian ujung lidahku mencapai puncak
payudaranya. Kemudian seluruh lidahku menutupi putingnya dan aku menyapunya
penuh.. Srr.. Srr..
“Achh..” santi mengerang hebat.
Dia terangsang dengan perbuatanku. Kelebihanku adalah memainkan
tempo dan dinamika jilatan. Membuat saraf-saraf Santi berdebar menanti kejutan
dan siksaan nikmat yang kuberikan. Kemudian mulutku menerkam payudaranya.
Kuhisap sambil mengkombinasi dengan tekanan lidahku pada putingnya. Kurasakan
puting payudara Santi mengeras. Tegang berarti darahnya sudah naik. Warna
putingnya semakin gelap. Keringat mulai mengucur. Perlahan aku merasa tangan
Santi bergerak membuka celanaku. Aku tidak memakai sabuk, jadi mudah saja membuka
kancing jeansku. Segera Santi menyibak celana dalamku dan menemukan penisku.
“Ugh” aku agak kesakitan karena penisku terhalang celana dalam
yang belum terbuka sempurna. Ditambah beberapa rambut-rambut penisku yang
tertarik tangan Santi.
Aku membantu melepas celanaku. Kini aku telah telanjang di bagian
bawah. Santi dengan ciri khasnya yang agak kasar mengocok penisku.
Cengkeramannya sangat kuat di penisku.
“Oh..” aku menahan nafas sambil merasakan kenikmatan yang
kuperoleh dari kocokan santi.
Tanganku ikut bergerak ke balik rok mininya. Aku membuka
ritsluiting roknya dari belakang dari menurunkannya. Mudah sekali. Sekalian aku
melepas celana dalamnya. Jariku langsung menyelinap di selangkangannya.
Vaginanya sudah basah kuyup! Bulu-bulu vaginanya tidak lebat.
Aku menggosok lembut vaginanya. Beradu lihai dengan jari santi
yang juga mengocok penisku. Sementara bibir Santi kembali mencari bibirku. Wah,
benar-benar menyukai kissing, Santi ini. Jariku kemudian merayap menembus
vaginanya. Aku mengocoknya dengan jariku. Dengan bebas jariku bermain di
vaginanya. Berputar-putar, menekan, maju mundur dengan banyak variasi lainnya.
“Ochh.. Och.. Ah.. Ach.. En.. Nak.. Ach..” Santi terus meraung.
Tangannya semakin cepat mengocok penisku. Sesekali jempol
tangannya mengusap kepala penisku dan menemukan cairan pelumas di penisku.
Penisku berdenyut makin kencang. Nikmat sekali.
“Boy, ayo masukkan..” pinta Santi. Dia sudah terangsang hebat. Aku
bisa merasakan vaginanya yang semakin membengkak.
Mudah sekali penisku masuk ke vaginanya. Santi sudah sangat siap.
Dia mungkin sedang horny berat. Kami pun segera memulai aksi paling nikmat di
dunia. Have Sex, making love, bercinta! Apa pun istilahnya, intinya adalah
penisku menembus vaginanya dan aku menggerakkan penisku maju mundur, berputar-putar
dengan irama yang teratur.
Lama-lama kurasakan pantat Santi mempercepat gerakannya. Dia ingin
lebih cepat dan keras. Tiap wanita punya ciri khas dan Santi suka yang agak
kasar. Aku pun ikut memacu lebih cepat. Ada suara khas yang timbul saat penisku
masuk dan keluar dari vaginanya. Nikmat, guys! Enak sekali. Keringat kami
bercucuran. Penisku berdenyut-denyut nikmat. Tubuh kami bergoyang berirama.
“Ach.. Ach.. Ach..” Santi menjerit agak kuat. Aku sampai
mendekapkan tanganku kuatir suaranya di dengar orang dari luar.
Lalu aku merasakan ada cairan yang meleleh keluar. Tubuh Santi
agak mengejang. Tangannya mencengkeram erat tubuhku dan memelukku sangat erat.
Dia agak bergoncang-goncang dan vagina-nya berdenyut-denyut menjepit dan
melepas penisku. Santi orgasme. Cepat sekali dia orgasme. Mungkin karena saking
horny-nya dia. Ini mungkin adalah ML-ku yang tercepat. Aku memeluknya beberapa
saat. Mengusap-usap punggungnya. Memijat tengkuknya dan menciumnya. After
orgasm service. Kemudian aku kembali mengocok penisku. Aku mempercepat
kocokanku. Aku juga ingin segera sampai ke puncak.
“Kamu udah hampir sampai?” tanya Santi.
Dengan terengah-engah aku menganggukkan kepala. Cairan orgasmeku
sudah mendekat. Tiba-tiba Santi berhenti. Dia melepas penisku. Aku sampai
terkejut dan heran. Aku belum sampai! Ternyata Santi memasukkan penisku ke
mulutnya. Ugh.. Aku agak bergidik menyadari bahwa Santi tentu akan menelan
sendiri cairan vaginanya yang menempel di penisku.
“Ayo, bercinta dengan mulutku!” kata Santi.
Tanggung. Aku sudah hampir ke puncak. Segera kugerakkan penisku
maju mundur memasuki mulut Santi. Ternyata Santi pintar menjaga agar giginya
tidak menyentuh penisku. Lebih enak bercinta dengan vagina asli daripada dengan
mulut tetapi karena aku memang sudah hampir tiba, aku tidak lama melakukannya.
Srrt.. Crrt.. Crrt.. Aku menyemprotkan cairan semen ke mulutnya. Cairan putih
kental itu masuk mulut Santi. Dengan lahap santi menjilati penisku. Dia
tampaknya sangat menikmati cairan semen.
“Kamu suka ya?” tanyaku. Ini adalah pengalaman baruku. Aku harus
bertanya. Santi mengganggukkan kepala. Dia tidak menjawab karena masih sibuk
menjilati sisa sperma di penisku.
Selesai bercinta kilat, kami kembali berpakaian dan keluar.
Karyawan pria yang tadi menerima uang 20.000-ku ternyata dengan setia menjaga
di luar. Dia tertawa melihatku sambil berkata..
“Makasih bos! Enak ya si Santi?”
“Makasih juga, Mas! Mas-nya coba sendiri saja!” jawabku.
“Enak saja! Siapa mau dengan dia!” timpal Santi sewot.
Kami berjalan menuju tokonya. Di tengah perjalanan aku bertanya
padanya mengapa dia begitu horny. Ternyata Santi sudah bersuami dan suaminya
sudah beberapa hari sakit sehingga tidak bisa diajak bercinta. Lalu sejak malam
Santi sudah begitu horny hingga paginya bertemu denganku dan dia tertarik
padaku.
“Wah.. Kamu beruntung dong ketemu aku!” kataku menggodanya.
“Enak aja, kamu yang beruntung dapat cewek lagi horny!” Santi mulai kelihatan
aslinya. Bicara ceplas ceplos. Bawel. Aku tertawa saja.
Kesempatan bagus, aku bertanya pada Santi tentang arti sex
baginya.
“Wah.. Aku sih suka sekali bercinta, Boy! Gak bisa deh bayangin
hidup menikah tanpa sex”
“Kalau disuruh memilih cowok berpribadi oke, sabar, baik, pengertian, dan
semuanya sempurna. Tapi kelemahannya dia impoten.. Dibandingkan cowok yang perkasa
di ranjang, tetapi main pukul, tidak bertanggung jawab, tidak setia, pokoknya
pribadinya buruk.. Kamu pilih mana?” pertanyaan yang sama kembali aku tanyakan.
“Waduh.. Susah! Untung suamiku baik dan juga tidak impotent, walaupun tidak
sepintar kamu cara merangsangnya.”
“Itu bukan jawaban dari pertanyaanku. Ini cuma misal kok.” Desakku.
“Hmm.. Sebentar.. Aku bayangin dulu hidup tanpa sex dibanding hidup tanpa kasih
sayang..” benar juga. Santi membandingkan hal yang penting.
“Aku pilih yang pribadinya baik deh..” jawab Santi. Fuh.. Aku lega mendapatkan
jawaban spesifik.
“Kenapa?” tanyaku.
“Aku masih bisa tanpa sex satu minggu. Tapi aku jelas tidak bisa tanpa kasih
sayang selama satu minggu. Kira-kira kalau dipaksakan, tetap aku pilih yang
pribadinya bagus..” jawab Santi. Ini point yang aku harapkan. Santi
memberikannya.
“Thanks jawabannya. Semoga suamimu kelak impotent..” gurauku sambil tertawa.
Santi marah-marah. Dia memukulku.
“Enak aja!” kami sama-sama tertawa.
Lalu kami masuk ke tokonya yang ternyata sudah buka dan aku
membeli casing transparan yang sebenarnya jenisnya tidak terlalu aku sukai. Di
toko sebelumnya juga ada. Tapi karena faktor Santi, aku beli saja. Lalu aku
pulang. Belum lama berjalan keluar toko, tiba-tiba Santi berlari keluar.
“Boy.. Kamu lupa kembaliannya..”
“Ah.. Buat kamu aja deh. Gitu aja lho. Oh ya, santi.. Kalau apa-apa lagi,
hubungi aku ya!” santi tersenyum menganggukkan kepala.
“Oh ya, Boy. Kalau suamiku impoten atau tidak perkasa lagi, aku akan cari kamu.
Haha..” candanya.
Lalu aku berjalan pulang menuju tempat parkir mobil. Sampai rumah
aku baru sadar bahwa aku belum bertukar nomor handphone dengan Santi. Wah..
Lain kali saja aku ke tokonya lagi.
Kadang keberuntungan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.
Seandainya aku tidak pernah berani menghampiri Santi, mungkin tidak akan pernah
terjadi hubungan singkat dan cepat yang aku alami dengannya.
Komentar
Posting Komentar